Ayah adalah pemeran utama.


Nilai

Apabila saya kepalkan uang 100 ribuan an,  kemudian saya injak-injak, lalu saya ambil, kemudian saya injak-injak lagi,  kemudian saya buka, masih bisakah saya belanjakan uang tersebut ?.. Jawabannya pasti bisa!. Kenapa? Karena masih ada nilainya,  alias nilai 100 ribu tetap lah 100 ribu walaupun sudah jatuh terinjak injak dan pindah ke ribuan bahkan jutaan orang.

Terkadang hidup memaksa manusia untuk jatuh bangun, berinteraksi dengan lingkungan yang tidak atau kurang hygiene, tetapi sebesar dan seserius apapun rintangannya, nilai-nilai tidak boleh lekang. Nilai-nilai itu adalah nilai-nilai agama, yang mempertahankan fitrah manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.

وعن أبي هريرة رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصّرانه أو يمجّسانه" (متفق عليه).

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wassallam bersabda :" setiap anak yang dilahirkan ada dalam keadaan fitrah sehingga kedua orangtua nya menjadikannya seorang Yahudi,  Nasrani atau Majusi " (Muttafaq' Alaihi)

Hadist di atas adalah satu penguatan peran orang tua sebagai penentu arah jalan seorang anak dalam mengekalkan fitrahnya sebagai hamba Allah.

Kemampuan anak-anak kita menjaga nilai-nilai agama tergantung dari peran kita orang tua dalam pengasuhan. Nilai-nilai agama tidak akan dianggap penting oleh anak-anak kita jika kita para orang tua tidak menomor satukan pendidikan agama di rumah kita.

Anak-anak bisa belajar apa saja, bercita-cita menjadi apa saja,  dengan syarat landasan agama harus kuat,  karena nilai-nilai agama kelak akan menjadi GPS dalam menjalani petualangan di rimba raya millenia baru.
Menomor satukan pendidikan agama bisa dilihat dari bagaimana orangtua memperlakukan pelajaran agama ataupun guru agama anak-anak.

Terkadang orang tua rela berkorban jutaan untuk les Matematika atau bahasa Inggris, tetapi bukan main perhitungan dalam membayar guru ngaji anak.

Tetapi pengajaran agama tidak akan mengarah kepada objektif kita untuk menjadikannya petunjuk langkah anak di masa depan, bila anak-anak sebagai objek yang diajarkan tidak disiapkan untuk menyemaikan ilmu dalam amalan.
Artinya,  kebanyakan kita para orang tua menyiapkan ilmu agama sebagai manual menjalankan kewajiban (taklif), tetapi lupa menyiapkan anak-anak untuk menjadi mukallaf yang dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab mempertahankan nilai - nilai dan menjalankan perintah Pencipta.
Mempersiapkan anak menjadi mukallaf adalah sebuah jalan yang berproses panjang bermula dari fase tamyiz hingga datangnya masa bulugh.

Dan bagian terpenting dari proses ini adalah kehadiran orang tua sebagai guru dan pembimbing pertama dan utama. Sebagaimana yang sudah dibahas terdahulu,  dalam bahasa Al Qur’an ataupun hadist kata kedua orang tua disebut " ابوين" yang secara leterlek berarti dua ayah, sebagai emphasis bahwa peran ayah adalah yang paling utama.
Sekali lagi,  ayah adalah pemeran utama.

Posting Komentar

0 Komentar